petunjuk:Harap ingat alamat situs terbaru situs ini:kk996.com!Menanggapi seruan tindakan nasional untuk membersihkan Internet, situs ini telah membersihkan semua novel pornografi, sehingga banyak buku menjadi bingung,Jika Anda membuka link tersebut dan ternyata itu bukan buku yang ingin Anda baca, silakan klik ikon pencarian di atas untuk mencari buku tersebut lagi,Terima kasih atas kunjungan anda!

acak77

agen slot gacor 553Jutaan kata 430075Orang-orang telah membaca serialisasi

《acak77》

Menyingkap masa silam Suku Asmat lewat museum etnografi******

Menyingkap masa silam Suku Asmat lewat museum etnografi
Seorang pelajar membaca makna keseimbangan yang sejak dulunya diterapkan oleh Suku Asmat di Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat, Kabupaten Asmat. ANTARA/Muhammad Zulfikar
ketika seseorang dari Suku Asmat masuk ke dalam museum, mereka seperti pulang ke masa lalu,
Kabupaten Asmat (ANTARA) - Ialah "Kota Seribu Papan" yang seketika terlintas dalam pemikiran kala mendengar kata Suku Asmat. Mendiami Kabupaten Asmat, Provinsi Papua Selatan, warga Suku Asmat hidup dengan kondisi rumah-rumah, gedung perkantoran, rumah ibadah, hingga fasilitas umum lainnya yang dibangun tidak bersinggungan langsung dengan tanah tapi
beralaskan papan yang ditopang pilar-pilar kayu besi dan tiang pancang beton.

Tak hanya sebagai wilayah yang berada di atas rawa-rawa, Kabupaten Asmat juga familier dengan keberadaan kendaraan listrik, yang hampir seluruh aktivitas masyarakat daerah itu khususnya di darat bergantung pada sepeda motor listrik. Sementara, untuk menjangkau perkampungan lain, masyarakat menggunakan perahu dan perahu motor (speed boat).

Penggunaan motor listrik bagi Suku Asmat pada hakikatnya tidak terlepas dari kondisi jalanan yang umumnya terbuat dari papan agar tidak ambruk. Termasuk pula jalanan yang telah dibeton ataupun marga aspal masih terbilang minim.

Oleh karena itu, sulit untuk menemukan kendaraan konvensional berbahan bakar minyak (BBM) di Kabupaten Asmat, kecuali becak motor roda tiga milik TNI, polisi, serta sejumlah instansi lain yang digunakan untuk operasional tertentu.

Bahkan, sekelas Presiden Jokowi saja mesti menggunakan sepeda motor listrik sembari membocengi Ibu Negara berkeliling Distrik Agats saat berkunjung pada 6 tahun silam ke daerah tersebut sehingga, tidak mengherankan bila kendaraan listrik menjadi primadona di Kabupaten Asmat.

Untuk diketahui pula, ambulans merupakan satu-satunya kendaraan roda empat berbahan bakar minyak yang tersedia. Masyarakat dan pejabat termasuk bupati sehari-harinya hanya menggunakan sepeda motor listrik untuk berpergian dari satu tempat ke tempat lain.

Kemudian, bagi sebagian orang, membicarakan Suku Asmat tidak terlepas juga dari mengenang peristiwa hilangnya antropolog Michael Rockfeller pada 1961. Anak eks Wakil Presiden Amerika Serikat tersebut berangkat ke Asmat yang dahulunya masih bernama New Guinea bersama antropolog asal Belanda Rene Wassing.

Berbagai sumber melaporkan bahwa Rockfeller mengalami musibah ketika hendak menuju Desa Ocenep. Perahu yang ia tumpangi tiba-tiba diterjang badai dan karam.

Rockfeller diketahui berinisiatif berenang menuju bibir pantai yang hampir mendekati Desa Ocenep. Desa itu merupakan salah satu desa yang amat vital bagi Suku Asmat di Tanah Papua. Sementara rekannya, Rene, memilih bertahan di atas lambung perahu sembari menunggu datangnya bantuan.

Banyak spekulasi bermunculan terhadap anak kelima dari Gubernur Negara Bagian New York dan Wakil Presiden Amerika Serikat, Nelson Rockefeller, itu. Sebagian sumber menyebut ia dimakan hiu atau sejenisnya saat berusaha menyelamatkan diri ke bibir pantai, namun ada juga asumsi bahwa Rockefeller menjadi korban kanibalisme dari Suku Asmat.

Terlepas dari semua hal tersebut, faktanya, semenjak kejadian tersebut hingga kini nasib Rockfeller tidak diketahui secara pasti. Dengan kata lain, jasad dan kematian pria bernama lengkap Michael Clark Rockfeller itu masih menjadi misteri yang belum terpecahkan.

Lebih jauh lagi mengenai Suku Asmat, pada hakikatnya tidak hanya perihal kendaraan listrik, rumah, atau bangunan yang berdiri di atas rawa-rawa ataupun mengenai kisah hilangnya Michael Clark Rockfeller.

Suku Asmat merupakan satu dari ribuan suku bangsa yang ada di Tanah Air. Suku Asmat dikenal sebagai pengukir yang ulung sejak lama. Bahkan, hasil dari kerajinan mereka telah mendunia dan dipamerkan di berbagai ajang internasional salah satunya di Kota Milan, Italia.

Di Kabupaten Asmat terdapat sebuah museum yang menyimpan sekitar 1.200 koleksi barang bersejarah yang dibuat langsung oleh Suku Asmat pada zaman dahulu. Museum milik Gereja Katolik Asmat atau di bawah Keuskupan Agats tersebut bernama Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat.
Direktur Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat John Ohoiwirin menunjukkan koleksi di Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat yang dahulunya digunakan Suku Asmat untuk berperang di Kabupaten Asmat. ANTARA/Muhammad Zulfikar


Persembahan bagi Suku Asmat

Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat sendiri dibangun pada tahun 1973 yang awalnya dibangun di depan kantor Keuskupan Agats. Namun, pada 2007 hasil diskusi dari mitra di Eropa dan Amerika Serikat dengan para kurator dan pihak Keuskupan, memutuskan membangun sebuah museum yang bisa menampung koleksi serta menjadikan museum itu sebagai sesuatu yang hidup bagi masyarakat Asmat.

Dari sejarah panjang Suku Asmat dan pembangunan museum tersebut, Keuskupan Agats memutuskan pembangunan museum bersejarah itu sebagai bentuk persembahan kepada masyarakat khususnya Suku Asmat.

"Museum harus menjadi rumah bagi Suku Asmat sehingga mereka bisa bertemu dan menyapa roh leluhur yang hadir melalui figur-figur patung yang ada di museum," kata Direktur Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat John Ohoiwirin.

Menurut John, ketika seseorang dari Suku Asmat masuk ke dalam museum, mereka seperti pulang ke masa lalu. Mereka menyakini bisa berinteraksi dengan arwah para leluhur lewat benda-benda yang terpajang di museum tersebut.

Museum etnografi yang diprakarsai seorang misionaris atau uskup pertama Keuskupan Agats bernama Mgr. Alphonse A. Sowada, Osc tersebut dipersembahkan secara khusus bagi Suku Asmat. Ribuan koleksi itu merupakan hasil karya masyarakat Suku Asmat, hasil Festival Lomba Ukir, hingga koleksi yang dikumpulkan para misionaris dan pekerja museum.

Beragam koleksi dalam museum di antaranya patung, tifa, perisai, puputan, pinggan, haluan perahu lesung, dayung, tombak, pipa tembakau, busana ruh, hiasan dan perhiasan badan, aneka perkakas, gendewa, dan anak panah hingga tengkorak manusia yang dilubangi Suku Asmat.

Selain itu, pengelola juga memajang seekor buaya jantan yang telah diawetkan. Reptil berukuran besar itu memiliki panjang 195 inci dan lebar 75 inci. Buaya itu ditangkap pada tahun 2004 di Sungai Bes dekat Kampung Yamasj.
Pengelola museum berdiri di belakang buaya jantan yang telah diawetkan dan dijadikan koleksi di Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat, Kabupaten Asmat. (ANTARA/Muhammad Zulfikar).


Museum yang dibangun tahun 1972 dan resmi dibuka untuk publik pada 11 Agustus tahun 1973 tersebut menyimpan ribuan koleksi. Para misionaris diketahui sudah mulai mengumpulkan benda-benda bersejarah itu sejak tahun 1960-an.

John bersama ketiga orang rekannya berhasil mengumpulkan beberapa alat-alat yang digunakan Suku Asmat untuk berperang dengan suku lainnya. Benda itu di antaranya perisai yang kini tersimpan rapi di dalam Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat.

John bercerita dia bersama rekannya yakni Rosa, Wahyu dan Remon baru saja pulang dari beberapa kampung di wilayah Distrik Suator dan membeli sebuah perisai dari Kampung Karbis. Di era 1970-an, wilayah itu terkenal dengan penghasil perisai dengan pola yang indah dan kini berhasil disimpan di museum.

Sayangnya, kini tidak banyak lagi seniman yang bertahan untuk tetap mengukir. Oleh karena itu, John bersama stafnya memutuskan membeli sebuah perisai.

"Perisai itu milik Leo, Kepala Kampung Karbis namun bapaknya yang mengukir. Semasa masih hidup, Bapak Leo berpesan agar orang Karbis bisa tetap mengukir dengan melihat contoh perisai itu," kata dia.

Saat ditemui John, Leo memutuskan perisai tersebut disimpan di museum agar lebih terjaga. Sebab, bila disimpan di rumahnya, Leo khawatir perisai itu cepat rusak. Untuk memotivasi warga Kampung Karbis tetap mengukir, Leo meminta perisai tersebut difoto dan dicetak sebelum dimuseumkan.

Tidak hanya itu, di museum tersebut juga terdapat benda-benda unik seperti sebuah alat yang dibuat dari kayu berukuran sekitar 50 sentimeter untuk menghitung penanggalan oleh Suku Asmat.

Suku Asmat punya cara tersendiri untuk menentukan hari atau tanggal layaknya bangsa Maya di belahan Meksiko. Alat itu biasanya digunakan ketika mengagendakan sebuah ritual adat atau ketika ingin pergi ke hutan.

Akan tetapi, secara garis besar, di museum tersebut akan lebih banyak ditemui benda-benda seperti patung yang penuh dengan ukiran dan motif yang memiliki makna serta filosofi yang berbeda-beda.

Bagi masyarakat Suku Asmat, mengukir bukan sebatas menghasilkan sebuah karya seni. Namun, bagi mereka mengukir diperuntukkan bagi ritual atau upacara adat dalam rangka menjaga keseimbangan hidup antara manusia dengan manusia, manusia dengan roh leluhur dan manusia dengan alam semesta.

Dalam kehidupan masyarakat Asmat terdapat istilah Asamanamyang berarti keseimbangan. Suku Asmat memercayai bahwa keseimbangan dalam hubungan akan menciptakan sebuah harmonisasi.

Tanpa keseimbangan, masyarakat itu sendiri akan runtuh dan hanya menyisakan dunia yang hancur dan tidak dapat diatur tanpa jaminan kelangsungan hidup. (Mgr. Alphonse A. Sowada, Osc).

Dalam seni ukir yang dibuat tersebut juga mengisyaratkan arti keseimbangan ketika terjadi sebuah musibah. Sebagai contoh, ketika seseorang dari Suku Asmat meninggal dunia maka terjadi ketidakseimbangan. Maka untuk mengembalikan keseimbangan itu, masyarakat setempat mengadakan sebuah pesta atau ritual.


Kanibalisme

Dulu, Suku Asmat dikenal sebagai suku kanibalisme sehingga mereka cukup ditakuti. Bukti kanibalisme tersebut dapat dijumpai langsung di Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat.

Di dalam museum etnografi itu terdapat sekitar 10 tengkorak manusia yang disusun dengan rapi oleh para kurator. Terdapat lubang besar pada bagian kanan atau kiri setiap tengkorak. Lubang pada tengkorak menjadi bukti konkret dahulunya Suku Asmat pernah mempraktikkan kanibalisme bagi musuhnya.

Menurut John, praktik tersebut bukan semata-mata untuk memenggal kepala musuh kemudian memakan otak dan organ tubuh lainnya. Namun, ritual yang dinamakan
pengayauanitu ditujukan untuk mengembalikan kondisi yang sudah tidak stabil.

Oleh karena itu, masyarakat Suku Asmat harus berperang dan mencari kepala manusia untuk dipenggal. Jika mengacu pada etika universal, tindakan itu tentu saja bertentangan. Namun, bagi masyarakat Asmat zaman dahulu, hal itu merupakan sebuah kebaikan untuk mengembalikan keseimbangan kehidupan.
Beberapa koleksi yang dibuat oleh Suku Asmat di Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat, Kabupaten Asmat. ANTARA/Muhammad Zulfikar


Selain itu, pemenggalan kepala manusia itu merupakan bentuk legitimasi atau pengakuan kepada seorang pemimpin dari Suku Asmat. Artinya, makin banyak kepala musuh yang dipenggal dan dipajang berjejer maka laki-laki Asmat kian disegani.

Masyarakat Suku Asmat juga menyakini dapat menyerap kekuatan musuh lewat tengkorak yang dijadikan bantal. Oleh karena itu, tak heran jika menemukan dokumentasi Suku Asmat -- di mesin pencarian Google -- yang tidur menggunakan tengkorak sebagai bantal.

Sayangnya, jejeran tengkorak di museum tersebut tidak diizinkan untuk didokumentasikan. Selain sakral, para kurator menyampaikan hal itu demi menghormati masyarakat Suku Asmat.


Berkomunikasi lewat ukiran

Bagi Suku Asmat, ukiran dari sebuah patung, tameng, atau tiang bisj tidak sekadar karya seni. Namun, lebih dari itu, Suku Asmat menyakini benda-benda yang dibuat para leluhurnya merupakan sarana untuk kembali berkomunikasi antara orang yang masih hidup dengan yang sudah tiada.

John bercerita pada umumnya pengunjung dari Suku Asmat yang datang ke museum akan menyentuh barang-barang yang ada. Saat menyentuh itu, mereka sedang berkomunikasi dengan roh patung maupun pengukir patung tersebut.

Atas dasar itu jugalah hingga kini pihak museum tidak menempatkan koleksi-koleksi dalam kotak cermin. Tujuannya agar Suku Asmat dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan roh leluhurnya.

"Suatu ketika sekelompok orang tua datang ke museum hanya untuk menyapa seseorang yang ada dalam ukiran itu," ujarnya.

Masyarakat Suku Asmat juga mampu mengenali dan mengetahui siapa pengukir benda-benda atau ukiran yang sudah berusia puluhan tahun sekalipun tidak pernah bertemu dengan pengukirnya.

Pada awal Februari 2024 ketika pihak museum turun ke lapangan di lima kampung tepatnya di Distrik Suator, John bersama ketiga rekannya berdiskusi dengan tetua adat dan seniman setempat. Mereka memajang beberapa benda di antaranya tameng dan tifa.

Direktur Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat John Ohoiwirin menunjukkan koleksi berupa tombak di Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat di Kabupaten Asmat. ANTARA/Muhammad Zulfikar

Sontak saja tetua adat maupun seniman tadi menangis dan langsung mengenali serta menyebut sosok yang mengukir benda tersebut. Mereka dapat mengenali benda dan pengukirnya dari corak ukiran meskipun koleksi itu sudah disimpan di museum lebih dari setengah abad.

Dengan kata lain, meskipun mereka sama sekali tidak pernah bertemu dengan si pengukir, Suku Asmat tetap dapat menjalin hubungan emosional yang kuat dengan leluhur mereka.

Di satu sisi, John yang merupakan lulusan Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Abepura-Jayapura itu tidak menampik bahwa makin sering sebuah koleksi yang terbuat dari kayu disentuh, maka akan berpengaruh pada tingkat ketahanannya.

Jika mengacu standar operasional prosedur proteksi benda-benda di museum memang harus dilakukan guna menghindari pencurian dan meminimalisasi kerusakan.

Khusus di Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat, pada umumnya koleksi terbuat dari kayu dan tulang belulang. Artinya, setiap waktunya koleksi itu mengalami penyusutan. Kurator hanya bisa mempertahankan agar proses penyusutan tidak berlangsung dengan cepat.

Terakhir, John bermimpi museum tersebut tidak hanya sebuah gudang atau bangunan yang diperuntukkan untuk menyimpan barang-barang bersejarah. Lebih dari itu, pengelola berharap kehadiran museum menjadi sebuah rumah bagi masyarakat khususnya Suku Asmat.

Sementara itu, Alja, pengunjung museum sekaligus siswa SMP YPPK Agats, mengaku senang dan bangga ketika masuk ke Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat.

Ia terkagum-kagum dengan ribuan koleksi museum yang dibuat langsung oleh Suku Asmat pada zaman dahulunya. Apalagi, sebelumnya, Alja mengaku tidak banyak mengetahui tentang kebudayaan Suku Asmat.

Namun, setelah ke museum dan diberitahu pihak pengelola, putra asli Suku Asmat itu kian penasaran dengan kebudayaan para leluhurnya pada masa lampau.

"Sebagai anak Suku Asmat saya sangat bangga, ternyata budaya saya sangat banyak, di antaranya mengukir," ujarnya.



 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024

Gol Marko Arnautovic menangkan Inter Milan atas Atletico Madrid******

Gol Marko Arnautovic menangkan Inter Milan atas Atletico Madrid
Logo Liga Champions melekat dalam bola resmi yang digunakan dalam kompetisi sepak bola paling bergengsi antarklub Eropa tersebut. (ANTARA/AFP/Denis Charlet)
Jakarta (ANTARA) - Gol Marko Arnautovic menangkan Inter Milan atas Atletico Madrid dengan skor 1-0 dalam pertandingan leg pertama babak 16 besar Liga Champions di Giuseppe Meazza pada Rabu dini hari WIB. Inter bermain dominan sejak pertandingan dimulai, tetapi peluang pertama diciptakan oleh Atletico pada menit ke-13 lewat tembakan Lino dari luar kotak penalti. Namun, arah bola masih menyamping dari gawang yang dikawal Yann Sommer. Meski lebih banyak menguasai bola dan menekan pertahanan Atletico, tetapi Inter belum memberikan ancaman berarti bagi gawang Jan Oblak. Peluang berbahaya Inter baru muncul pada menit ke-36 ketika umpan silang Nicolo Barella dari sisi kanan disambut kepala Lautaro Martinez, tetapi Oblak masih bisa mengamankan gawangnya.

Baca juga: Simeone waspadai Inter karena termasuk terbaik di Eropa Tiga menit berselang, Inter mendapat peluang lagi menyusul blunder Rodrigo De Paul saat mengoper bola dan Marcus Thuram mengambilnya. Thuram mengoper kepada Lautaro yang langsung menembak ke gawang dan diblok Axel Witsel. Pada menit ke-43, Thuram kembali punya kans mencetak gol andaikan tendangannya tidak mengarah tepat ke Oblak. Skor 0-0 menutup babak pertama. Inter harus menarik keluar Thuram di babak kedua karena mengalami cedera. Marko Arnautovic masuk menggantikan penyerang asal Prancis itu. Penggantinya langsung membuat peluang pada menit ke-49 saat berada di tiang jauh menyambut umpan silang Federico Dimarco. Tanpa kawalan, Arnautovic menyambut dengan sepakan first time, tetapi bola melayang di atas mistar. Atletico mendapat peluang terbaik pada menit ke-56 saat Lino melakukan umpan 1-2 dengan Rodrigo De Paul, yang kemudian dituntaskan dengan sepakan keras. Sayangnya bola masih melenceng ke sisi gawang. Pada menit ke-64, Arnautovic mendapatkan peluang lagi saat menerima umpan dari Lautaro Martinez. Sepakan pemain asal Austria itu masih melayang ke atas mistar. Satu kans didapat Lautaro dari tandukan meneruskan umpan silang Hakan Calhanoglu, yang bisa ditepis oleh Oblak. Inter akhirnya bisa memecah kebuntuan pada menit ke-79. Barella berhasil merebut bola dari pemain Atletico, Lautaro kemudian menggiringnya ke kotak penalti.
Baca juga: Simone Inzaghi waspadai kedalaman skuad Atletico Madrid
 Kapten Inter itu kemudian menembak bola, tetapi bisa digagalkan Oblak. Bola rebound kemudian disambar Arnautovic untuk jadi gol yang membawa Inter memimpin 1-0. Atletico mencoba membalas semenit kemudian lewat sepakan Lino dari jarak jauh yang masih melayang tipis di atas mistar Yann Sommer. Tim tamu mencoba untuk mencetak gol penyeimbang dan beberapa kali membuat Inter melakukan kesalahan di lini belakang. Namun, tidak ada gol tambahan yang tercipta sehingga Inter Milan tetap menang 1-0 atas Atletico Madrid. Ini menjadi modal penting bagi Inter untuk melaju ke babak selanjutnya. Laga leg kedua akan digelar di markas Atletico Madrid pada 14 Maret mendatang.

Baca juga: Michel sebut Liga Champions kian dekat jika menang lawan Bilbao

Pewarta: Hendri Sukma Indrawan
Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2024




bab terbaru:link slot bonus new member

Perbarui waktu:2024-07-10

Daftar bab terbaru
link268 slot
dapat uang dari website
lambo77
emas 168 slot
jp paus artinya
siagabet
skintoto
pinjaman online langsung cair tanpa ribet
lexus88 slot
Daftar isi semua bab
Bab 1 tafsir mimpi 3d abjad bergambar lengkap
Bab 2 papu4d
Bab 3 kodesairhk
Bab 4 akun main slot
Bab 5 situs airbet88
Bab 6 situs tergacor slot
Bab 7 arenadewa 118
Bab 8 akun slot vip gacor
Bab 9 ini slot 888
Bab 10 bni4d
Bab 11 deposit kakek zeus
Bab 12 musik4d777
Bab 13 turnamenslot
Bab 14 paito 3 in 1
Bab 15 voucher megaxus
Bab 16 omiqq
Bab 17 game slot tergacor
Bab 18 daun123
Bab 19 bocoran jarwo slot
Bab 20 dapat uang dari google adsense
Klik untuk melihattersembunyi di tengah9102bab
sejarahBacaan TerkaitMore+

Perpustakaan Sains dan Teknologi Super

putraslot88
Golkar raih suara terbanyak Pemilu 2024 di Kota Mataram
Rapat pleno terbuka rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pemilu 2024 KPU Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang digelar sejak Sabtu (2/3/2024) hingga berakhir Minggu (3/3/2024) malam. (ANTARA/Nur Imansyah).
Mataram (ANTARA) - Partai Golkar keluar sebagai pemenang di Kota Mataram dengan meraih 47.099 suara berdasarkan hasil rapat pleno terbuka rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pemilu 2024 yang digelar sejak Sabtu (2/3) hingga berakhir Minggu (3/3) malam.

Data yang dihimpun dari Komisi Pemilihan Umum Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Senin, menyebutkan urutan kedua peraih suara terbanyak ditempat Partai Gerindra dengan perolehan sebanyak 29.277 suara, disusul Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan 28.281 suara, Partai NasDem 22.876 suara dan PDI Perjuangan dengan perolehan 22.578 suara di posisi kelima.

Selanjutnya posisi keenam ada Partai Demokrat yang mengumpulkan 22.569 suara, diikuti Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan 22.481 suara, Partai Amanat Nasional (PAN) 15.537 suara, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 12.794 suara, dan Partai Hanura di urutan kesepuluh meraih 10.418 suara.

Baca juga: Rekapitulasi rampung, Prabowo-Gibran menang telak di Kota Mataram

Di peringkat ke-11 ada Partai Perindo mengumpulkan sebanyak 10.112 suara, berikutnya Partai Gelora dengan 2.341 suara, Partai Bulan Bintang (PBB) 2.338 suara, dan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) 1.436 suara.

Selanjutnya di posisi ke-15 ditempati PSI dengan perolehan 1.253 suara, Partai Buruh 598 suara, Partai Ummat 395 suara, dan terakhir adalah Partai Garda Republik Indonesia yang hanya memperoleh 253 suara.

Data ini sudah disahkan pada rapat pleno terbuka rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pemilu 2024 yang ditandatangani Ketua KPU Kota Mataram Edy Putrawan dan komisioner lainnya melalui keputusan KPU Kota Mataram Nomor 290 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilu Anggota DPRD Kota Mataram.

Baca juga: KPU Kota Mataram jamin tak ada pergeseran dan jual suara

Jumlah daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024 Kota Mataram sebanyak 315.549 orang yang tersebar pada enam daerah pemilihan, yakni Mataram, Ampenan, Selaparang, Sekarbela, Cakranegara, dan Sandubaya.

Ketua KPU Kota Mataram Edy Putrawan di Mataram, Senin, mengatakan setelah berakhirnya rapat pleno KPU Kota Mataram, pihaknya akan mengikuti rapat pleno rekapitulasi di tingkat KPU NTB.

"Alhamdulillah, rapat pleno rekapitulasi berjalan dengan lancar dan penuh keterbukaan. Selanjutnya hasil pleno di Kota Mataram akan di bawa ke pleno di tingkat KPU NTB," katanya.

Baca juga: KPU Mataram beri santunan petugas KPPS alami keguguran

Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2024

dunia yang berbakat

gambar pola gacor
Manchester City terlambat panas ketika ditahan imbang Chelsea
Pep Guardiola memberikan instruksi pada pemain Manchester City. ANTARA/AFP/Oli Scarff/aa.
Jakarta (ANTARA) - Pelatih Manchester City Pep Guardiola menjelaskan timnya terlambat panas ketika ditahan imbang Chelsea pada pekan ke-25 Liga Inggris di Stadion Etihad, Manchester, Minggu dini hari WIB. Dikutip dari laman resmi klub, Minggu, Pep akan menjadikan hasil mengecewakan ini sebagai pelajaran dalam menatap pertandingan-pertandingan selanjutnya. "Ya, kami tidak tampil dalam level kami pada babak pertama. Saat Anda menghadapi tim yang memiliki ketenangan dan gengsi seperti Chelsea, anda harus siap untuk 94, 95 menit," ungkap Pep. "Kami mulai bermain setelah kebobolan gol. Kami tidak berada dalam permainan terbaik kami dan itu dapat terjadi ketika mengalami transisi," sambungnya. Pelatih asal Spanyol itu melanjutkan, hasil dan kinerja juga menjadi pelajaran berharga mengenai standar tinggi dan ekspektasi yang menyelimuti tim setelah periode tersukses dalam sejarah Klub.

Baca juga: Sterling nilai Chelsea seharusnya bisa taklukkan Man City Pada musim lalu merupakan periode tersukses sepanjang sejarah klub karena The Citizen sukses meraih gelar Liga Premier Inggris, Piala FA dan juga Liga Champions. "Permintaannya sangat tinggi karena tidak ada yang mau memberi kami (apa pun). Kami harus melakukan segalanya. Selalu (itu) terjadi di musim-musim sebelumnya dan di musim ini hal itu akan terjadi. Kami adalah Man City jadi kami harus melakukannya sendiri," tegas Pep. "Sepanjang waktu, selalu. Sejak hari pertama saya mengatakan itu. Saya berharap kami harus meningkatkan babak pertama. Kami harus berkembang," pungkasnya. Karena hasil imbang ini, Manchester City harus rela turun ke posisi ketiga klasemen sementara Liga Inggris dengan 53 poin dari 24 pertandingan, terpaut empat poin dengan Liverpool di posisi pertama.

Baca juga: Rodri selamatkan Manchester City dari kekalahan atas Chelsea

Pewarta: Aldi Sultan
Editor: Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024

Kronik Ultraman

garuda88
Menyingkap masa silam Suku Asmat lewat museum etnografi
Seorang pelajar membaca makna keseimbangan yang sejak dulunya diterapkan oleh Suku Asmat di Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat, Kabupaten Asmat. ANTARA/Muhammad Zulfikar
ketika seseorang dari Suku Asmat masuk ke dalam museum, mereka seperti pulang ke masa lalu,
Kabupaten Asmat (ANTARA) - Ialah "Kota Seribu Papan" yang seketika terlintas dalam pemikiran kala mendengar kata Suku Asmat. Mendiami Kabupaten Asmat, Provinsi Papua Selatan, warga Suku Asmat hidup dengan kondisi rumah-rumah, gedung perkantoran, rumah ibadah, hingga fasilitas umum lainnya yang dibangun tidak bersinggungan langsung dengan tanah tapi
beralaskan papan yang ditopang pilar-pilar kayu besi dan tiang pancang beton.

Tak hanya sebagai wilayah yang berada di atas rawa-rawa, Kabupaten Asmat juga familier dengan keberadaan kendaraan listrik, yang hampir seluruh aktivitas masyarakat daerah itu khususnya di darat bergantung pada sepeda motor listrik. Sementara, untuk menjangkau perkampungan lain, masyarakat menggunakan perahu dan perahu motor (speed boat).

Penggunaan motor listrik bagi Suku Asmat pada hakikatnya tidak terlepas dari kondisi jalanan yang umumnya terbuat dari papan agar tidak ambruk. Termasuk pula jalanan yang telah dibeton ataupun marga aspal masih terbilang minim.

Oleh karena itu, sulit untuk menemukan kendaraan konvensional berbahan bakar minyak (BBM) di Kabupaten Asmat, kecuali becak motor roda tiga milik TNI, polisi, serta sejumlah instansi lain yang digunakan untuk operasional tertentu.

Bahkan, sekelas Presiden Jokowi saja mesti menggunakan sepeda motor listrik sembari membocengi Ibu Negara berkeliling Distrik Agats saat berkunjung pada 6 tahun silam ke daerah tersebut sehingga, tidak mengherankan bila kendaraan listrik menjadi primadona di Kabupaten Asmat.

Untuk diketahui pula, ambulans merupakan satu-satunya kendaraan roda empat berbahan bakar minyak yang tersedia. Masyarakat dan pejabat termasuk bupati sehari-harinya hanya menggunakan sepeda motor listrik untuk berpergian dari satu tempat ke tempat lain.

Kemudian, bagi sebagian orang, membicarakan Suku Asmat tidak terlepas juga dari mengenang peristiwa hilangnya antropolog Michael Rockfeller pada 1961. Anak eks Wakil Presiden Amerika Serikat tersebut berangkat ke Asmat yang dahulunya masih bernama New Guinea bersama antropolog asal Belanda Rene Wassing.

Berbagai sumber melaporkan bahwa Rockfeller mengalami musibah ketika hendak menuju Desa Ocenep. Perahu yang ia tumpangi tiba-tiba diterjang badai dan karam.

Rockfeller diketahui berinisiatif berenang menuju bibir pantai yang hampir mendekati Desa Ocenep. Desa itu merupakan salah satu desa yang amat vital bagi Suku Asmat di Tanah Papua. Sementara rekannya, Rene, memilih bertahan di atas lambung perahu sembari menunggu datangnya bantuan.

Banyak spekulasi bermunculan terhadap anak kelima dari Gubernur Negara Bagian New York dan Wakil Presiden Amerika Serikat, Nelson Rockefeller, itu. Sebagian sumber menyebut ia dimakan hiu atau sejenisnya saat berusaha menyelamatkan diri ke bibir pantai, namun ada juga asumsi bahwa Rockefeller menjadi korban kanibalisme dari Suku Asmat.

Terlepas dari semua hal tersebut, faktanya, semenjak kejadian tersebut hingga kini nasib Rockfeller tidak diketahui secara pasti. Dengan kata lain, jasad dan kematian pria bernama lengkap Michael Clark Rockfeller itu masih menjadi misteri yang belum terpecahkan.

Lebih jauh lagi mengenai Suku Asmat, pada hakikatnya tidak hanya perihal kendaraan listrik, rumah, atau bangunan yang berdiri di atas rawa-rawa ataupun mengenai kisah hilangnya Michael Clark Rockfeller.

Suku Asmat merupakan satu dari ribuan suku bangsa yang ada di Tanah Air. Suku Asmat dikenal sebagai pengukir yang ulung sejak lama. Bahkan, hasil dari kerajinan mereka telah mendunia dan dipamerkan di berbagai ajang internasional salah satunya di Kota Milan, Italia.

Di Kabupaten Asmat terdapat sebuah museum yang menyimpan sekitar 1.200 koleksi barang bersejarah yang dibuat langsung oleh Suku Asmat pada zaman dahulu. Museum milik Gereja Katolik Asmat atau di bawah Keuskupan Agats tersebut bernama Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat.
Direktur Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat John Ohoiwirin menunjukkan koleksi di Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat yang dahulunya digunakan Suku Asmat untuk berperang di Kabupaten Asmat. ANTARA/Muhammad Zulfikar


Persembahan bagi Suku Asmat

Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat sendiri dibangun pada tahun 1973 yang awalnya dibangun di depan kantor Keuskupan Agats. Namun, pada 2007 hasil diskusi dari mitra di Eropa dan Amerika Serikat dengan para kurator dan pihak Keuskupan, memutuskan membangun sebuah museum yang bisa menampung koleksi serta menjadikan museum itu sebagai sesuatu yang hidup bagi masyarakat Asmat.

Dari sejarah panjang Suku Asmat dan pembangunan museum tersebut, Keuskupan Agats memutuskan pembangunan museum bersejarah itu sebagai bentuk persembahan kepada masyarakat khususnya Suku Asmat.

"Museum harus menjadi rumah bagi Suku Asmat sehingga mereka bisa bertemu dan menyapa roh leluhur yang hadir melalui figur-figur patung yang ada di museum," kata Direktur Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat John Ohoiwirin.

Menurut John, ketika seseorang dari Suku Asmat masuk ke dalam museum, mereka seperti pulang ke masa lalu. Mereka menyakini bisa berinteraksi dengan arwah para leluhur lewat benda-benda yang terpajang di museum tersebut.

Museum etnografi yang diprakarsai seorang misionaris atau uskup pertama Keuskupan Agats bernama Mgr. Alphonse A. Sowada, Osc tersebut dipersembahkan secara khusus bagi Suku Asmat. Ribuan koleksi itu merupakan hasil karya masyarakat Suku Asmat, hasil Festival Lomba Ukir, hingga koleksi yang dikumpulkan para misionaris dan pekerja museum.

Beragam koleksi dalam museum di antaranya patung, tifa, perisai, puputan, pinggan, haluan perahu lesung, dayung, tombak, pipa tembakau, busana ruh, hiasan dan perhiasan badan, aneka perkakas, gendewa, dan anak panah hingga tengkorak manusia yang dilubangi Suku Asmat.

Selain itu, pengelola juga memajang seekor buaya jantan yang telah diawetkan. Reptil berukuran besar itu memiliki panjang 195 inci dan lebar 75 inci. Buaya itu ditangkap pada tahun 2004 di Sungai Bes dekat Kampung Yamasj.
Pengelola museum berdiri di belakang buaya jantan yang telah diawetkan dan dijadikan koleksi di Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat, Kabupaten Asmat. (ANTARA/Muhammad Zulfikar).


Museum yang dibangun tahun 1972 dan resmi dibuka untuk publik pada 11 Agustus tahun 1973 tersebut menyimpan ribuan koleksi. Para misionaris diketahui sudah mulai mengumpulkan benda-benda bersejarah itu sejak tahun 1960-an.

John bersama ketiga orang rekannya berhasil mengumpulkan beberapa alat-alat yang digunakan Suku Asmat untuk berperang dengan suku lainnya. Benda itu di antaranya perisai yang kini tersimpan rapi di dalam Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat.

John bercerita dia bersama rekannya yakni Rosa, Wahyu dan Remon baru saja pulang dari beberapa kampung di wilayah Distrik Suator dan membeli sebuah perisai dari Kampung Karbis. Di era 1970-an, wilayah itu terkenal dengan penghasil perisai dengan pola yang indah dan kini berhasil disimpan di museum.

Sayangnya, kini tidak banyak lagi seniman yang bertahan untuk tetap mengukir. Oleh karena itu, John bersama stafnya memutuskan membeli sebuah perisai.

"Perisai itu milik Leo, Kepala Kampung Karbis namun bapaknya yang mengukir. Semasa masih hidup, Bapak Leo berpesan agar orang Karbis bisa tetap mengukir dengan melihat contoh perisai itu," kata dia.

Saat ditemui John, Leo memutuskan perisai tersebut disimpan di museum agar lebih terjaga. Sebab, bila disimpan di rumahnya, Leo khawatir perisai itu cepat rusak. Untuk memotivasi warga Kampung Karbis tetap mengukir, Leo meminta perisai tersebut difoto dan dicetak sebelum dimuseumkan.

Tidak hanya itu, di museum tersebut juga terdapat benda-benda unik seperti sebuah alat yang dibuat dari kayu berukuran sekitar 50 sentimeter untuk menghitung penanggalan oleh Suku Asmat.

Suku Asmat punya cara tersendiri untuk menentukan hari atau tanggal layaknya bangsa Maya di belahan Meksiko. Alat itu biasanya digunakan ketika mengagendakan sebuah ritual adat atau ketika ingin pergi ke hutan.

Akan tetapi, secara garis besar, di museum tersebut akan lebih banyak ditemui benda-benda seperti patung yang penuh dengan ukiran dan motif yang memiliki makna serta filosofi yang berbeda-beda.

Bagi masyarakat Suku Asmat, mengukir bukan sebatas menghasilkan sebuah karya seni. Namun, bagi mereka mengukir diperuntukkan bagi ritual atau upacara adat dalam rangka menjaga keseimbangan hidup antara manusia dengan manusia, manusia dengan roh leluhur dan manusia dengan alam semesta.

Dalam kehidupan masyarakat Asmat terdapat istilah Asamanamyang berarti keseimbangan. Suku Asmat memercayai bahwa keseimbangan dalam hubungan akan menciptakan sebuah harmonisasi.

Tanpa keseimbangan, masyarakat itu sendiri akan runtuh dan hanya menyisakan dunia yang hancur dan tidak dapat diatur tanpa jaminan kelangsungan hidup. (Mgr. Alphonse A. Sowada, Osc).

Dalam seni ukir yang dibuat tersebut juga mengisyaratkan arti keseimbangan ketika terjadi sebuah musibah. Sebagai contoh, ketika seseorang dari Suku Asmat meninggal dunia maka terjadi ketidakseimbangan. Maka untuk mengembalikan keseimbangan itu, masyarakat setempat mengadakan sebuah pesta atau ritual.


Kanibalisme

Dulu, Suku Asmat dikenal sebagai suku kanibalisme sehingga mereka cukup ditakuti. Bukti kanibalisme tersebut dapat dijumpai langsung di Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat.

Di dalam museum etnografi itu terdapat sekitar 10 tengkorak manusia yang disusun dengan rapi oleh para kurator. Terdapat lubang besar pada bagian kanan atau kiri setiap tengkorak. Lubang pada tengkorak menjadi bukti konkret dahulunya Suku Asmat pernah mempraktikkan kanibalisme bagi musuhnya.

Menurut John, praktik tersebut bukan semata-mata untuk memenggal kepala musuh kemudian memakan otak dan organ tubuh lainnya. Namun, ritual yang dinamakan
pengayauanitu ditujukan untuk mengembalikan kondisi yang sudah tidak stabil.

Oleh karena itu, masyarakat Suku Asmat harus berperang dan mencari kepala manusia untuk dipenggal. Jika mengacu pada etika universal, tindakan itu tentu saja bertentangan. Namun, bagi masyarakat Asmat zaman dahulu, hal itu merupakan sebuah kebaikan untuk mengembalikan keseimbangan kehidupan.
Beberapa koleksi yang dibuat oleh Suku Asmat di Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat, Kabupaten Asmat. ANTARA/Muhammad Zulfikar


Selain itu, pemenggalan kepala manusia itu merupakan bentuk legitimasi atau pengakuan kepada seorang pemimpin dari Suku Asmat. Artinya, makin banyak kepala musuh yang dipenggal dan dipajang berjejer maka laki-laki Asmat kian disegani.

Masyarakat Suku Asmat juga menyakini dapat menyerap kekuatan musuh lewat tengkorak yang dijadikan bantal. Oleh karena itu, tak heran jika menemukan dokumentasi Suku Asmat -- di mesin pencarian Google -- yang tidur menggunakan tengkorak sebagai bantal.

Sayangnya, jejeran tengkorak di museum tersebut tidak diizinkan untuk didokumentasikan. Selain sakral, para kurator menyampaikan hal itu demi menghormati masyarakat Suku Asmat.


Berkomunikasi lewat ukiran

Bagi Suku Asmat, ukiran dari sebuah patung, tameng, atau tiang bisj tidak sekadar karya seni. Namun, lebih dari itu, Suku Asmat menyakini benda-benda yang dibuat para leluhurnya merupakan sarana untuk kembali berkomunikasi antara orang yang masih hidup dengan yang sudah tiada.

John bercerita pada umumnya pengunjung dari Suku Asmat yang datang ke museum akan menyentuh barang-barang yang ada. Saat menyentuh itu, mereka sedang berkomunikasi dengan roh patung maupun pengukir patung tersebut.

Atas dasar itu jugalah hingga kini pihak museum tidak menempatkan koleksi-koleksi dalam kotak cermin. Tujuannya agar Suku Asmat dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan roh leluhurnya.

"Suatu ketika sekelompok orang tua datang ke museum hanya untuk menyapa seseorang yang ada dalam ukiran itu," ujarnya.

Masyarakat Suku Asmat juga mampu mengenali dan mengetahui siapa pengukir benda-benda atau ukiran yang sudah berusia puluhan tahun sekalipun tidak pernah bertemu dengan pengukirnya.

Pada awal Februari 2024 ketika pihak museum turun ke lapangan di lima kampung tepatnya di Distrik Suator, John bersama ketiga rekannya berdiskusi dengan tetua adat dan seniman setempat. Mereka memajang beberapa benda di antaranya tameng dan tifa.

Direktur Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat John Ohoiwirin menunjukkan koleksi berupa tombak di Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat di Kabupaten Asmat. ANTARA/Muhammad Zulfikar

Sontak saja tetua adat maupun seniman tadi menangis dan langsung mengenali serta menyebut sosok yang mengukir benda tersebut. Mereka dapat mengenali benda dan pengukirnya dari corak ukiran meskipun koleksi itu sudah disimpan di museum lebih dari setengah abad.

Dengan kata lain, meskipun mereka sama sekali tidak pernah bertemu dengan si pengukir, Suku Asmat tetap dapat menjalin hubungan emosional yang kuat dengan leluhur mereka.

Di satu sisi, John yang merupakan lulusan Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Abepura-Jayapura itu tidak menampik bahwa makin sering sebuah koleksi yang terbuat dari kayu disentuh, maka akan berpengaruh pada tingkat ketahanannya.

Jika mengacu standar operasional prosedur proteksi benda-benda di museum memang harus dilakukan guna menghindari pencurian dan meminimalisasi kerusakan.

Khusus di Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat, pada umumnya koleksi terbuat dari kayu dan tulang belulang. Artinya, setiap waktunya koleksi itu mengalami penyusutan. Kurator hanya bisa mempertahankan agar proses penyusutan tidak berlangsung dengan cepat.

Terakhir, John bermimpi museum tersebut tidak hanya sebuah gudang atau bangunan yang diperuntukkan untuk menyimpan barang-barang bersejarah. Lebih dari itu, pengelola berharap kehadiran museum menjadi sebuah rumah bagi masyarakat khususnya Suku Asmat.

Sementara itu, Alja, pengunjung museum sekaligus siswa SMP YPPK Agats, mengaku senang dan bangga ketika masuk ke Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat.

Ia terkagum-kagum dengan ribuan koleksi museum yang dibuat langsung oleh Suku Asmat pada zaman dahulunya. Apalagi, sebelumnya, Alja mengaku tidak banyak mengetahui tentang kebudayaan Suku Asmat.

Namun, setelah ke museum dan diberitahu pihak pengelola, putra asli Suku Asmat itu kian penasaran dengan kebudayaan para leluhurnya pada masa lampau.

"Sebagai anak Suku Asmat saya sangat bangga, ternyata budaya saya sangat banyak, di antaranya mengukir," ujarnya.



 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024

Berhenti, biarkan aku pelan-pelan

slottube99
Penghitungan suara KPU : Prabowo-Gibran unggul sementara di NTB
Foto tangkapan layar hasil sementara real cout KPU RI untuk hitung suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024, Jumat (16/2/2024). ANTARA/Nur Imansyah.
Mataram (ANTARA) - Hasil sementara penghitungan suara dari KPU menunjukkan pasangan Capres Prabowo Subianto dan Cawapres Gibran Rakabuming Raka  unggul dari pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md.

Berdasarkan data yang diunggah KPU di laman resminya, hingga Jumat pagi perolehan suara pasangan nomor urut 2 Prabowo-Gibran unggul sebanyak 587.220 suara atau 66,93 persen.

Sedangkan pasangan Anies-Muhaimin memperoleh suara 216.727 atau 24,7 persen, dan pasangan Ganjar-Mahfud hanya memperoleh 73.44 suara atau 8,37 persen.

Secara keseluruhan dari 10 kabupaten dan kota yang ada di NTB, pasangan nomor urut 2 Prabowo-Gibran unggul.

Di Kabupaten Bima, Prabowo Gibran memperoleh 53.338 suara atau 70,64 persen,  Anies-Muhaimin 19.560 suara atau 25,9 persen dan Ganjar-Mahfud 2.614 suara atau 3,46 persen.

Di Kabupaten Dompu Prabowo-Gibran 26.882 suara atau 71,41 persen, Anies-Muhaimin 8.461 suara 23,1 persen dan Ganjar-Mahfud 1.278 suara atau 3,49 persen.

Kota Bima Prabowo-Gibran 31.403 suara 63,34 persen, Anies-Muhaimin 16.103 suara atau 32,48 persen dan Ganjar-Mahfud 2.072 suara atau 4,18 persen.

Kota Mataram Prabowo-Gibran 21.114 suara atau 53,87 persen, Anies-Muhaimin 11.074 suara atau 28,25 persen dan Ganjar-Mahfud 7.006 suara atau 17,88 persen

Kabupaten Lombok Barat Prabowo-Gibran 27.080 suara atau 61,84 persen. Anies-Muhaimin 13.550 suara atau 30,94 persen dan Ganjar-Mahfud 3.161 suara atau 7,22 persen.

Kabupaten Lombok Tengah Prabowo-Gibran 587.220 suara atau 66,93 persen. Anies-Muhaimin 21.727 suara atau 24,7 persen dan Ganjar-Mahfud 73.444 suara atau 8,37 persen.

Kabupate Lombok Timur Prabowo-Gibran 207.649 suara atau 69,22 persen, Anies-Muhaimin 62.289 suara atau 20,76 persen dan Ganjar-Mahfud 30.046 suara atau 10,02 persen.

Lombok Utara Prabowo-Gibran 43.474 suara atau 64,66 persen, Anies-Muhaimin 16.555 suara atau 24,62 persen dan Ganjar-Mahfud 7.207 suara atau 10,72 persen.

Kabupaten Sumbawa Prabowo-Gibran 94.781 suara atau 68,71 persen, Anies-Muhaimin 32.034 suara atau 23,22 persen dan Ganjar-Mahfud 11.133 suara atau 8.,07 persen.

Kabupaten Sumbawa Barat Prabowo-Gibran 14.836 suara atau 63,4 persen, Anies-Muhaimin 7.072 suara atau 30,22 persen dan Ganjar-Mahfud 1.494 suara atau 6,38 persen.

"Terkait hasil pemungutan suara kami belum bisa sampaikan bisa dilihat di real count KPU. Karena saat ini kami fokus bagaimana menjalani proses pemungutan suara yang sudah kita ketahui bersama-sama," kata Ketua KPU NTB Muhammad Khuwailid.

Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2024

Raja rutin Kyushu

hari ini togel
Inggris panggil dubes Rusia terkait kematian Navalny
Gedung Kementerian Luar Negeri Rusia. ANTARA/Anadolu/am.
Moskow (ANTARA) - Kantor Luar Negeri, Persemakmuran dan Pembangunan Inggris (FCDO) mengatakan telah memanggil duta besar Rusia atas kematian tokoh oposisi Rusia Alexei Navalny.

"Kematiannya harus diselidiki secara penuh dan transparan. Kantor Luar Negeri, Persemakmuran, dan Pembangunan hari ini memanggil Kedutaan Besar Rusia untuk menjelaskan bahwa kami menganggap pihak berwenang Rusia bertanggung jawab penuh," kata FCDO dalam sebuah pernyataan.

Navalny meninggal pada Jumat (16/2) di koloni penjara Arktik tempat dia menjalani hukuman selama 19 tahun penjara karena tuduhan dalam kasus penipuan dan ekstremisme.

Dinas penjara Rusia mengatakan penyebab kematian sedang diselidiki.

Wakil Presiden AS Kamala Harris mengklaim Rusia bertanggung jawab atas kematian Navalny.

Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan pernyataan yang dilontarkan politisi Barat sangat keterlaluan dan tidak dapat diterima.

Selain itu, Kemenlu Rusia juga mengatakan bahwa adalah hal yang menarik karena pemerintah AS menganggap kematian Navalny lebih penting daripada kematian jurnalis Gonzalo Lira, warga negara AS yang dipenjara dan disiksa di Ukraina karena mengkritik rezim Volodymyr Zelenskyy dan kemudian meninggal di penjara.

Beberapa pemimpin dan media asing lainnya telah menyiapkan tuduhan serupa sebelum kematian Navalny, kata kementerian tersebut, seraya menyebut tindakan mereka sebagai oportunisme moral.

Sumber: Sputnik

Baca juga: Biden sebut kematian Navalny tunjukkan pentingnya AS bantu Ukraina
Baca juga: Sekjen PBB minta penyelidikan transparan atas kematian Navalny

Penerjemah: M Razi Rahman
Editor: Arie Novarina
Copyright © ANTARA 2024

maniak kecepatan

slot web
UNRWA: 84 persen faskes di Gaza terdampak agresi Israel
Arsip - Suasana di luar kantor UNRWA di Jalur Gaza. (ANTARA/Anadolu Agency/am)
Gaza (ANTARA) - Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) pada Jumat mengatakan bahwa 84 persen fasilitas kesehatan (faskes) di Jalur Gaza terdampak agresi Israel.

Lewat unggahannya di platform X, UNRWA membagikan foto yang memperlihatkan kehancuran infrastruktur sipil di Gaza, termasuk sejumlah faskes miliknya.

Selain kerusakan faskes, lebih dari 70 persen infrastruktur sipil “hancur atau rusak parah," kata UNRWA, seraya menegaskan bahwa “tidak ada tempat yang aman."

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada 8 Februari menekankan bahwa peran UNRWA tak tergantikan setelah sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan Jepang menghentikan pendanaan badan PBB tersebut.

Guterres kemudian melakukan pembicaraan dengan negara-negara donor agar mereka kembali mengucurkan pendanaan bagi UNRWA.

“Tidak ada organisasi lain yang kehadirannya begitu berarti di Gaza – dan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan situasi ini. Sehingga, tak ada organisasi lain yang mampu menggantikannya saat ini,” kata dia.

Sumber: WAFA

Baca juga: Menkeu Israel cegah pengiriman tepung ke Jalur Gaza
Baca juga: Norwegia: Setop dana UNRWA sama dengan menghukum rakyat Palestina

Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2024