pinjaman bulanan online langsung cair 241Jutaan kata 534372Orang-orang telah membaca serialisasi
《panen303》
Aturan No Work No Pay, Akal Bulus Pengusaha Tak Bayar Upah Pekerja?******Jakarta, CNN Indonesia--
Ketidakpastian ekonomi globalmembuat pengusaha mendesak Menteri KetenagakerjaanIda Fauziyah menerbitkan aturan berisi fleksibilitas jam kerja dengan prinsip no work no pay(tidak bekerja, tidak dibayar).
Belum lama ini, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit mengaku pengusaha mendesak pemerintah demi meminimalisir risiko pemutusan hubungan kerja (PHK).
Menurut Anton, jika ada aturan tersebut, maka saat industri sedang lesu, pekerja tidak lantas kehilangan pekerjaan.
Ia mengatakan saat ini iklim dunia usaha sedang menurun imbas pelemahan ekonomi di berbagai negara. Akibatnya produksi industri lesu sehingga PHK dapat menjadi pilihan untuk menyelamatkan perusahaan.
"Memang kami dengan order menurun 50 persen atau katakanlah 30 persen, kami tidak bisa menahan. Satu dua bulan masih oke, tapi kalau sudah beberapa bulan atau setahun, pilihannya ya memang harus PHK massal," imbuhnya.
Pernyataan Anton soal lesunya industri dibenarkan oleh Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja yang mengklaim sebanyak 45 ribu karyawan industri tekstil telah dirumahkan.
Lihat Juga :KAI: Kereta Cepat Jakarta-Bandung Baru Balik Modal 38 Tahun |
Jemmy mengatakan kondisi ini terjadi lantaran permintaan pasar ekspor seperti Amerika Serikat dan Eropa, menurun tajam akibat kondisi global yang tidak stabil. Penurunan permintaan berada di kisaran 30 persen sejak akhir Agustus 2022.
Kendati, omongan Jemmy dan Anton bertolak belakang dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Dalam kesempatan belum lama ini, Sri Mulyani mengatakan sampai saat ini kinerja dari industri padat karya sangat baik.
Sebagai contoh, ekspor produk tekstil seperti pakaian dan aksesoris rajutan sampai September menunjukkan pertumbuhan yang tinggi, yakni 19,4 persen. Begitu juga dengan ekspor produk non rajutan yang tumbuh 37,5 persen, dan ekspor alas kaki tumbuh 41,1 persen.
Lihat Juga :Pemerintah Kucurkan Rp526,54 M untuk Infrastruktur KTT G20 di Bali |
Jika merujuk pada data tersebut, tentu bertentangan dengan klaim pengusaha bahwa ekspor turun, padahal data yang terkumpul cukup kuat dan positif.
Menanggapi permintaan pengusaha tersebut, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menyebut asas no work no pay itu hanya berlaku saat pekerja dengan sengaja tidak mau bekerja.
Ia menilai permintaan tersebut akan menyalahi aturan yang ada. Jika dikaitkan dengan kondisi industri yang menurun, Timboel menilai hal tersebut bukanlah kemauan pekerja. Justru, perusahaan lah yang harus bertanggung jawab atas hal itu.
Timboel menuturkan selama ini no work no pay sendiri sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam pasal 93 beleid itu disebutkan bahwa upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.
Lihat Juga :IHSG Diprediksi Menguat Tipis Jelang Rilis Data Ekonomi AS |
Namun pasal tersebut tidak berlaku dan pengusaha wajib membayar upah, jika buruh tidak bekerja padahal ia bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pelaku usaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha.
"Jadi kalau diminta Permenaker soal no work no pay, gak bisa. Karena ia akan bertentangan dengan hal-hal lain," ungkap Timboel kepada CNNIndonesia.com, Rabu (9/11).
Ia menduga aturan yang diminta itu hanya akal-akalan untuk melegitimasi kelakuan pengusaha yang kerap merumahkan pekerja saat kondisi perusahaan memburuk. Dengan begitu, pengusaha bisa melanggengkan upaya tersebut dengan payung hukum yang jelas.
"Kalaupun dibilang risikonya apakah akan ada PHK dan sebagainya, kebiasaan yang dilakukan perusahaan adalah merumahkan, tapi merumahkannya salah, sehingga mereka (pengusaha) menuntut no work no pay dengan dalil yang lain," jelas Timboel.
Lihat Juga :Waskita Kebut Tol Kapal Betung Kelar Kuartal III 2023 |
Waspada, Ancaman Badai PHK Bisa Lebih Buruk Dibanding saat Awal Covid!******Jakarta, CNN Indonesia--
Ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) mulai menghantui pekerjadi Indonesia. Wabah PHK ini sebetulnya sudah marak terjadi sejak awal 2022.
Catatan CNNIndonesia.commenyebutkan sudah ada lebih dari 10 perusahaan yang melakukan PHK. Sebagian besar merupakan industristartupatau berbasis digital.
Terbaru, pekerja industri tekstil dan alas kaki juga diambang ketidakpastian seiring dengan banyaknya buruh yang dirumahkan.
Anton juga mengatakan perusahaan garmen (tekstil) dan sepatu (alas kaki) terpaksa menempuh PHK karena orderan atau pesanan berkurang. Bahkan, ada pembeli yang membatalkan pesanan, meski produksi sudah dilakukan.
"Sudah produksi disuruh hold. Sehingga, PHK mulai terjadi sejak saat ini dan diperkirakan hingga 2023 mendatang," ujarnya.
Kendati, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) meminta masyarakat tidak perlu panik akan isu ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di industri tekstil.
Lihat Juga :Kemenkeu Minta Kelebihan Tunjangan Guru Era Anies Tidak Diperdebatkan |
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan JSK) Indah Anggoro Putri mengatakan pemerintah akan melakukan berbagai cara untuk mengatasi hal tersebut.
"Jadi mari kita sikapi PHK ini dengan tidak panik, kami semua ini, kita upayakan semaksimal mungkin untuk mengatasi nya," ujarnya dalam konferensi pers, Senin (7/11).
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkap alasan munculnya ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil Indonesia.
Menurutnya, hal itu lantaran perlambatan ekonomi yang terjadi pada mitra dagang Indonesia seperti AS dan Eropa, sehingga permintaan ekspor pun berkurang.
Lihat Juga :Menaker Jamin UMP 2023 Naik, Tapi Buruh-Pengusaha Masih Beda Pendapat |
Permintaan yang melambat ini membuat stok yang sudah diproduksi oleh perusahaan menumpuk, sehingga terjadi kerugian. Kerenanya, mau tak mau pelaku usaha menghemat pengeluaran dengan memberhentikan pekerjanya.
Dengan kondisi ini, Airlangga mengatakan pemerintah akan melakukan kajian dan melihat kondisi di lapangan. Tujuannya untuk bisa mencari solusi agar PHK besar-besaran tak terjadi.
Terkait restrukturisasi kredit, menurutnya hal ini sudah dikomunikasikan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pemerintah dan OJK akan melihat industri padat karya mana yang memang betul-betul membutuhkan bantuan.
Kondisi industri yang mengkhawatirkan sehingga membuat pemerintah mau tak mau harus turun tangan menimbulkan pertanyaan tersendiri, apakah kondisi PHK kali ini lebih parah dibandingkan saat pandemi covid-19 melanda?
Lihat Juga :Buruh Tuntut UMP 2023 Naik 30 Persen Usai Ekonomi Tumbuh 5,72 Persen |
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memperkirakan ancaman PHK kali ini akan lebih buruk dibandingkan dengan saat pandemi pada 2020 lalu. Data Kementerian Ketenagakerjaan pada November 2020, saat pandemi covid-19 masuk ke Indonesia, 29,12 Juta orang terdampak.
Menaker saat menjadi keynote speaker pada peluncuran Hasil Analisis Dampak Covid-19 Terhadap Perluasan Kesempatan Kerja dan Implikasinya pada 24 November 2020 lalu merinci angka itu berasal dari pengangguran karena covid 2,56 juta orang, bukan angkatan kerja karena covid-19 sebesar 0,76 juta orang, tidak bekerja karena covid-19 sebesar 1,77 juta orang dan yang bekerja dengan mengalami pengurangan jam kerja sebanyak 24,03 juta orang.
"Kalau pada saat pandemi yang PHK sektor tradisional, saat ini digital pun juga alami PHK massal. Kalau berlanjut maka ada 4 juta lebih angkatan kerja baru yang harus bersaing dengan pengangguran korban PHK. Persaingan kerja semakin ketat, dan akibatnya masalah lain yakni tekanan ke pendapatan agregat masyarakat," jelas Bhima kepada CNNIndonesia.com, Selasa (8/11).
Sebab itu, yang perlu dilakukan pemerintah tidak hanya memberikan relaksasi berupa restrukturisasi kredit, tetapi juga menyiapkan paket kebijakan yang lengkap.
Lihat Juga :Cegah PHK Massal, Menperin Bentuk Satgas Pengamanan Industri Tekstil |
"Yang dibutuhkan saat ini adalah paket kebijakan yang lengkap dari mulai relaksasi perpajakan khususnya penurunan tarif PPN, diskon tarif listrik, perlindungan impor pakaian jadi, sampai peningkatan BSU dan bansos tunai bagi rentan miskin," tuturnya.
Ekonom INDEF Nailul Huda mengatakan kondisi industri yang terombang-ambing sehingga berdampak pada PHK dipicu oleh inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga acuan bank sentral.
Ia menjelaskan saat ini inflasi global yang sangat tinggi menyebabkan permintaan barang untuk ekspor berkurang juga. Negara-negara tujuan ekspor mulai mengurangi permintaan untuk menyesuaikan permintaan dalam negeri mereka yang merosot.
Lihat Juga :Kemnaker Minta Pekerja Jangan Panik Isu PHK |
Ditambah lagi, kenaikan suku bunga acuan bank sentral di negara tujuan ekspor menyebabkan konsumsi ikut melambat. Akibatnya, produsen akan mengurangi produksi barang ekspor dan berdampak pada PHK karyawan.
"Termasuk pabrik garmen yang memang sebagian tujuan ekspornya adalah ke AS. Ditambah lagi suku bunga dalam negeri juga ikut naik. Cost of funduntuk pinjam dana dan pembayaran hutang bank akan naik juga. Makanya perlu untuk restrukturisasi hutang-nya agar bisa bertahan," kata Nailul Huda.
"Dengan tingkat suku bunga tinggi, perusahaan juga malas memperluas pangsa pasar ataupun menambah produksi. Udah bunga utangnya mahal, pasarnya juga lesu kan. Ya bagi perusahaan tidak ada jalan lain selain efisiensi tenaga kerja," imbuhnya.
Label:lapakhoki88、link slot gacor jam sekarang、playsbobet
Terkait:erek erek tanam padi、demo gmwin、bethoki77、slotbom 777、bumi138、agen slot terlama、slot pasti menang hari ini、x 5000 slot、pinjaman kta cepat cair、91 togel
bab terbaru:cara pinjam gopay(2024-07-09)
Perbarui waktu:2024-07-09
《panen303》Semua konten berasal dari Internet atau diunggah oleh netizen,live slot maxwinHanya promosikan novel karya penulis asli. Semua teman buku dipersilakan untuk mendukung dan mengumpulkan《panen303》bab terbaru。