mbahslot
Kado Manis UNS Solo di Akhir 2022, Punya 4 Guru Besar Baru******
SOLO —Universitas Sebelas Maret atau UNS Solo mengukuhkan empat guru besar baru. Pengukuhan yang berlangsung dalam Sidang Senat Akademik Terbuka UNS, Selasa (6/12/2022) ini menjadi kado manis bagi UNS Solo di pengujung tahun.
Keempat guru besar tersebut adalah Prof. Dr. Soehartono, S.H., M.Hum.; Prof. Dr. Eko Surojo, S.T., M.T.; Prof. Dr. Lego Karjoko, S.H., M.H.; Prof. Dr. Triana Kusumaningsih, S.Si. M.Si. Acara tersebut dilakukan secara luring dan daring di Gedung Auditorium GPH Haryo Mataram UNS.
Promosi Transformasi Digital Bawa BRIBRAIN Raih Future of Intelligence se-Asia Pasifik
Rektor UNS Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum. menyampaikan peristiwa pengukuhan empat guru besar sekaligus menjadi kado manis bagi UNS di pengujung 2022. Para guru besar menjadi amunisi baru UNS Solo dalam mengejar mimpinya memenuhi target 10% jumlah profesor.
Era sinergi dan kolaborasi seperti sekarang, menurut Jamal, di mana program integrasi ilmu dan teknologi menjadi pola pengembangan ilmu pengetahuan. Para dosen juga dituntut melakukan kolaborasi dalam menghasilkan sebuah karya ilmiah.
“Oleh karena itu, saya mohon kesediaan keempat profesor yang baru saja dikukuhkan untuk memelopori tumbuhnya semangat sinergitas dan kolaboratif sebagai sebuah paradigma baru dalam mewujudkan peningkatan reputasi akademik UNS di masa depan,” ujar Jamal.
Baca Juga: Resmi! UNS Terima Hibah Kampus Caruban dari Kabupaten Madiun
Jamal Wiwoho turut berpesan agar para guru besar yang dikukuhkan juga mengajak dan membimbing para dosen lain yang sudah masanya naik ke jenjang guru besar.
Hal ini supaya mereka segera memiliki bekal yang cukup untuk memenuhi persyaratan sebagai guru besar serta sekaligus berkontribusi dalam peningkatan publikasi internasional UNS.
“Universitas sangat mengharapkan dengan dikukuhkannya Prof. Dr. Soehartono, S.H., M.Hum.; Prof. Dr. Eko Surojo, S.T., M.T.; Prof. Dr. Lego Karjoko, S.H., M.H.; Prof. Dr. Triana Kusumaningsih, S.Si. M.Si. sebagai guru besar pada hari ini nantinya yang bersangkutan dapat terus mengembangkan bidang ilmunya melalui kegiatan tridarma perguruan tinggi,” tutur Jamal.
Keempat guru besar baru UNS dikukuhkan atas kontribusi di bidang ilmu yang beragam. Prof. Dr. Soehartono, S.H., M.Hum. merupakan guru besar ke-8 Fakultas Hukum (FH) dan ke-251 UNS. Beliau diangkat menjadi Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Acara dengan pidato pengukuhan berjudul Penegakkan Hukum Berbasis Paradigma Hukum Profetik untuk Mewujudkan Keadilan Substansial.
Prof. Dr. Eko Surojo, S.T., M.T. merupakan guru besar ke-21 Fakultas Teknik (FT) dan ke-252 UNS. Beliau diangkat menjadi Guru Besar dalam Bidang Ilmu Teknik Mesin dengan pidato pengukuhan berjudul Prospek Rekayasa Bahan Rem Ramah Lingkungan Berpenguat Serat Cantula.
Baca Juga: Alumni Arsitektur UNS akan terus Berkontribusi untuk Almamater Lewat Kartuns
Prof. Dr. Lego Karjoko, S.H., M.H. merupakan guru besar ke-9 Fakultas Hukum (FH) dan ke-253 UNS. Beliau diangkat menjadi Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Agraria dengan pidato pengukuhan berjudul Perkembangan Tafsir Hak Menguasai Negara dari Reforma Agraria menuju Corporate Social Responsibility serta Implikasinya terhadap Konflik Perkebunan.
Sedangkan Prof. Dr. Triana Kusumaningsih, S.Si. M.Si. merupakan guru besar ke-24 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dan ke-254 UNS. Beliau diangkat menjadi Guru Besar dalam Bidang Ilmu Kimia Organik dengan pidato pengukuhan berjudul Derivatisasi Floroglusinol dari Genus Calophyllum dan Investigasinya Sebagai Antikanker.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google NewsSimak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di WhatsApp Komunitas dengan klik
Solopos News Updatedan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini"
Klik link ini. Tags Uns Guru Besar UNS Solo Rektor UNS Jamal Wiwoho Share
Melihat Peluang Caleg Pendatang Baru Raih Kursi DPRD Wonogiri di Pemilu 2024
Melihat Peluang Caleg Pendatang Baru Raih Kursi DPRD Wonogiri di Pemilu 2024Muhammad Diky Praditia , Suharsih Senin, 29 Januari 2024 - 23:25 WIB share
SOLOPOS.COM - Pengendara sepeda motor melintas di depan deretan bendera parpol peserta Pemilu 2024 di depan Kantor KPU Wonogiri, Rabu (13/9/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)
WONOGIRI— Sebagai calon anggota legislatif atau caleg pendatang baru, Azalea Putri Utami, 26, menyadari betul butuh perjuangan keras agar bisa meraih kursi di DPRD Wonogiri pada Pemilu 2024. Caleg dari dari PDIP itu pun sudah menyiapkan strategi.
Promosi Transformasi Digital Bawa BRIBRAIN Raih Future of Intelligence se-Asia Pasifik
Ia menyampaikan sejak awal kampanye yang dia lakukan bukan mengajak warga untuk memilihnya, melainkan memilih parpol yang mengusungnya. Hal itu merupakan strategi dari parpol yang menerapkan prinsip gotong royong atau kolektif.
Masing-masing caleg dari PDIP di Wonogiri sudah memiliki wilayah ‘tempur’ dan sudah ada kesepakatan antaracaleg. Dia dan caleg lain dari partai yang sama harus turun ke bawah bersama masyarakat di wilayah masing-masing.
Dengan strategi itu, menurutnya, biaya kampanye yang dikeluarkan tidak terlalu banyak meski tidak juga berarti nihil biaya. Menurut dia, biaya kampanye yang dikeluarkan bukan untuk politik uang.
Bahkan parpolnya melarang melakukan hal itu dan mereka justru mengampanyekan antipolitik uang. “Biaya yang kami keluarkan paling untuk sumbangan ketika ada kegiatan warga untuk kebutuhan publik,” ungkap caleg pendatang baru DPRD Wonogiri itu.
Lea, sapaan akrabnya, tahu betul untuk bisa duduk di kursi DPRD Wonogiri butuh banyak suara mengingat dia berangkat dari parpol yang sudah memiliki enam calon petahana di daerah pemilihan atau dapilnya. Walau demikian, perempuan itu cukup optimistis bisa mendapatkan kursi di lembaga legislatif Wonogiri.
Caleg pendatang baru dari PDIP Wonogiri, Azalea Putri Utami, 26, siap bertarung memperebutkan kursi DPRD Wonogiri pada Pemilu 2024. (Istimewa)
Optimisme yang sama disampaikan Ketua Komite Eksekutif Partai Buruh Wonogiri, Lasmini, meski juga sedikit pesimistis mengingat Partai Buruh masih tergolong partai baru. Lasmini mengatakan partainya hanya mencalonkan satu caleg di masing-masing dapil di Wonogiri.
Dia sadar betul dengan jumlah caleg yang sedikit bukan perkara mudah bagi caleg Partai Buruh sebagai pendatang baru untuk mendapatkan kursi di DPRD Wonogiri. Karenanya dia tidak pesimistis meski juga tidak terlalu optimistis untuk bisa meraih kursi. Partai Buruh sebagai partai baru berusaha mengikuti kontestasi Pemilu 2024 secara optimal.
Caleg Partai Gerindra dari Dapil 3, Suryo Suminto, juga mengaku cukup yakin bisa mendapatkan satu kursi meski tidak ada petahana dari partainya. Jumlah caleg Partai Gerinda di dapil 3 ada 10 orang, sesuai kuota maksimal di dapil tersebut, sehingga peluang untuk meraih kursi cukup besar.
40 Anggota DPRD Maju Lagi
Banyaknya calon petahana anggota DPRD Wonogiri pada Pemilu 2024 ini memang dinilai bakal menyulitkan para calon pendatang baru meraih kursi. Parpol baru dan nonparlemen diprediksi masih sukar menggeser parpol yang sudah bertengger di lembaga legislatif itu.
Parpol yang akan menduduki kursi di DPRD Wonogiri pun diprediksi tidak akan banyak berubah. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wonogiri, 40 dari 50 anggota DPRD Wonogiri kembali maju sebagai caleg pada Pemilu 2024. Sedangkan total jumlah caleg dari 14 parpol yang mengajukan calon di DPRD Wonogiri ada 423 orang.
Pengamat politik Wonogiri, Bambang Tetuko, mengatakan untuk melihat peluang caleg termasuk caleg pendatang baru mendapatkan kursi DPRD Wonogiri, terlebih dahulu harus melihat parpol pengusungnya. Sebab pada Pemilu 2024 parpol benar-benar ditempatkan sebagai peserta Pemilu seperti pada Pemilu 2019.
Suara yang diperoleh parpol akan menentukan berapa banyak kursi yang didapatkan untuk diisi caleg yang diusung. Hal itu karena perhitungan suara pada Pemilu 2024 menggunakan metode Sainte Lague.
Dengan metode ini, perolehan suara parpol di setiap dapil akan dihitung terlebih dulu untuk menentukan apakah parpol itu mendapatkan kursi atau tidak. Setiap perolehan total suara parpol akan dibagi dengan bilangan pembagi ganjil 1, 3, 5, dan 7.
BambangTetuko (Istimewa)
Sebagai contoh, parpol A mendapatkan total suara sebanyak 10.000, parpol B meraih total suara sejumlah 9.000, dan partai C mendapatkan total suara 8.000. Kemudian semua perolehan suara parpol dibagi 1, maka parpol A mendapatkan satu kursi karena memiliki hasil pembagian terbanyak yaitu 10.000.
Selanjutnya, perolehan suara parpol B dan C tetap masih dibagi 1 karena belum mendapatkan kursi. Sedangkan perolehan suara parpol A dibagi tiga karena pada pembagian bilangan 1 sudah mendapatkan suara. Dengan begitu, parpol B mendapatkan satu kursi karena hasil pembagiannya paling besar, yaitu 9.000 suara.
Sementara parpol C yang mendapatkan hasil pembagian dari bilangan 1 sebanyak 8.000 dan parpol yang mendapatkan hasil pembagian bilangan 3 sebanyak 3.333, belum mendapatkan kursi lagi. Begitu juga seterusnya sampai memenuhi kuota kursi yang tersedia di dapil itu.
Setelah parpol memastikan jumlah kursi yang didapat, caleg yang berhak mengisi kursi itu adalah caleg dengan perolehan suara terbanyak dari parpol tersebut. Bambang menerangkan konsekuensi dari metode penghitungan suara itu, parpol harus bisa bekerja cerdas untuk meraih suara sebanyak-banyaknya.
Atur Strategi sesuai Metode Sainte Lague
Dengan begitu, mereka bisa mendapatkan jatah kursi. Logikanya, semakin banyak calon yang diusung maka perolehan suara parpol semakin banyak. Peluang parpol untuk mendapatkan jatah kursi pun semakin tinggi.
Menurut dia, parpol akan lebih diuntungkan jika memiliki calon petahana atau incumbent. Apalagi jika jumlah calon petahana dari parpol itu banyak. Calon petahana seharusnya sudah memiliki kantong-kantong suara yang sudah mereka rawat selama minimal lima tahun terakhir.
Akan tetapi, lanjutnya, jika parpol tidak memiliki strategi yang baik, meski memiliki banyak calon petahana, tidak menjamin mereka bisa mempertahankan kadernya di DPRD Wonogiri. Sebagai contoh Partai Demokrat.
Pada Pemilu 2019, partai berlambang bintang mercy itu memiliki empat calon petahana. Tetapi pada Pemilu itu mereka justru tersingkir tidak mendapatkan kursi satu pun. Hal itu karena mereka tidak cukup baik dalam mengatur strategi mengamankan kursi untuk parpol.
Ilustrasi anggota DPRD Wonogiri mengikuti rapat di ruang paripurna Gedung DPRD Wonogiri. (Dok Solopos)
Bambang menyebutkan kondisi itu bisa terjadi karena belum semua parpol pada saat itu memahami metode penghitungan Sainte Lague. Perlu diketahui metode itu baru kali diterapkan di Wonogiri pada Pemilu 2019. Masing-masing caleg pada saat itu masih individual dalam berkampanye sehingga suara partai tidak diperhatikan.
Sementara pada Pemilu 2024, parpol seharusnya sudah paham betul metode penghitungan itu, sehingga strategi yang mereka terapkan bisa sesuai.
“Dengan begitu, parpol yang punya calon incumbentpeluangnya semakin besar untuk dapat kursi. Begitu juga calon incumbentakan semakin besar peluangnya dapat jatah kursi dengan perolehan suaranya,” kata Bambang saat dihubungi Solopos.com, Senin (29/1/2024).
Menurut dia, meski memiliki banyak calon incumbent, belum tentu juga calon dari parpol itu mudah mendapatkan kursi. Sebab semakin banyak calon petahana yang terpilih, harga kursi untuk calon dari partai itu juga tinggi berdasarkan penghitungan Sainte Lague.
Sebagai contoh, menurut data KPU Wonogiri, pada Pemilu 2019, total perolehan suara dari PDIP yang mendapatkan enam kursi di Dapil I sebanyak 75.415 suara. Caleg PDIP yang mendapatkan kursi di dapil itu perolehan suaranya paling banyak 13.400 suara dan paling sedikit 6.550 suara.
Memaksimalkan Potensi DPT
Bandingkan dengan Partai Golkar yang mendapatkan dua kursi dengan total perolehan 17.415 suara. Caleg Golkar yang mendapatkan kursi di dapil itu masing-masing memperoleh 5.488 dan 1.019 suara saja. Jumlah caleg dari kedua parpol itu sesuai kuota kursi yang tersedia.
Bambang menjelaskan jika parpol yang mengusung caleg banyak saja tidak menjamin mendapatkan banyak kursi, apalagi parpol yang tidak memenuhi kuota caleg yang tersedia. Dia mengatakan parpol nonparlemen dan parpol pendatang baru di Wonogiri pada kenyataanya tidak memaksimalkan kuota caleg.
“Kalau saya lihat parpol-paprol baru di Wonogiri sejauh ini belum bisa memberikan warna baru dalam politik lokal. Mereka belum bisa mengubah peta politik Wonogiri.”
Di sisi lain, semua caleg dari partai baru dan nonparlemen itu merupakan pendatang baru. Maka peluang mereka untuk mendapatkan kursi amat kecil.
“Kalau saya lihat parpol-paprol baru di Wonogiri sejauh ini belum bisa memberikan warna baru dalam politik lokal. Mereka belum bisa mengubah peta politik Wonogiri. Sementara parpol yang sudah ada, mereka punya calon petahana. Minimal mereka akan mempertahankan kursi itu. Maka, untuk parpol baru, apa boleh buat?” ujarnya.
Bambang memprediksi hasil Pemilu 2024 tidak akan banyak berubah dibanding Pemilu 2019. Mereka yang akan duduk di kursi DPRD Wonogiri masih akan didominasi wajah-wajah lama.
Menurut dia, parpol dan caleg pendatang baru bisa mengubah politik Wonogiri jika mereka benar-benar menjalankan fungsinya untuk melakukan pendidikan politik bagi masyarakat. Parpol seyogyanya rutin memberikan pendidikan politik.
Dengan begitu, parpol bisa dikenal warga sekaligus bisa mendapatkan konstituen. Parpol dan caleg pendatang baru tidak bisa hanya mengandalkan masa kampanye untuk dikenal masyarakat Wonogiri karena waktu yang ada sangatlah pendek.
Sementara itu, Ketua DPC PDIP Wonogiri, Joko Sutopo, menyampaikan tidak sepakat jika peluang caleg pendatang baru untuk mendapatkan kursi dinilai lebih kecil dibandingkan calon petahana.
Menurut Jekek, sapaan akrabnya, baik caleg pendatang baru maupun petahana memiliki peluang yang sama jika melihat sistem penghitungan menggunakan metode Sainte Lague.
Hal itu dengan catatan parpol bisa memaksimalkan potensi daftar pemilih tetap (DPT) yang ada sehingga akan mudah bagi pendatang baru untuk mendapatkan kursi.
”Caleg itu bisa raih suara paling banyak, paling sekitar 10.000 suara, tidak bisa lebih dari 10% [DPT], maka dari itu strategi yang kami lakukan adalah meminta masyarakat coblos partai. Di kami, tidak ada coblos by name,” ucap Jekek.