lebih baik akulaku atau kredivo 477Jutaan kata 715269Orang-orang telah membaca serialisasi
《erek19》
Masih Berlaku, Pemberi Kerja Wajib Daftarkan Pekerja ke BPJS******Jakarta, CNN Indonesia--
DPR resmi mengesahkan RUU tentang Kesehatan menjadi Undang-undang (UU) dalam Rapat Paripurna DPR ke-29 masa persidangan V tahun sidang 2022-2023, Selasa (11/7) lalu.
Disetujuinya isi dari RUU Kesehatan dalam Sidang Paripurna DPR itu tidak mengubah esensi maupun implementasi Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS).
Dalam Pasal 453 UU Kesehatan tidak menyebutkan adanya pencabutan pemberlakuan pada kedua undang-undang tersebut. Dengan demikian pelaksanaan Program Jaminan Sosial masih mengacu pada kepada UU SJSN dan UU BPJS.
Padahal, lanjut Timboel, fakta hukumnya seluruh pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerjanya di BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan, seperti yang diamanatkan UU SJSN dan UU BPJS serta regulasi operasionalnya di tingkat Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden.
"Baik UU SJSN dan UU BPJS masih berlaku dan memiliki kekuatan hukum untuk mewajibkan pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya di seluruh program jaminan sosial," tambah Timboel.
Timboel menyebut, argumentasi itu mungkin didasarkan pada interpretasi Pasal 100 RUU Kesehatan ayat (1). Pada ayat (1) tersebut mengamanatkan pemberi kerja wajib menjamin Kesehatan pekerja melalui upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan paliatif, serta wajib menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerjanya.
Demikian juga pada Pasal 100 ayat (3) disebutkan pemberi kerja wajib menanggung biaya atas penyakit akibat kerja, gangguan kesehatan, dan cedera akibat kerja yang diderita oleh pekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di sini, Timboel menggarisbawahi bahwa Pasal 100 ayat (1) dan ayat (3) tersebut merupakan kewajiban dasar pemberi kerja untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja para pekerjanya.
"Karenanya, pasal tersebut tidak bisa diinterpretasikan bahwa UU Kesehatan tidak lagi mewajibkan pemberi kerja untuk mendaftarkan pekerjanya di BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan," tutur Timboel.
Menurut Timboel, kewajiban dasar pemberi kerja tersebut difasilitasi dan dibantu oleh Negara dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK). Sehingga bila ada pekerja mengalami sakit, cedera, kecelakaan kerja, dan penyakit akibat kerja, maka pembiayaannya ditanggung oleh BPJS Kesehatan atau BPJS Ketenagakerjaan.
Bila pemberi kerja tidak mendaftarkan dan membayarkan iuran para pekerjanya ke program jaminan sosial, lanjut Timboel, maka ada konsekuensi hukum berupa sanksi sebagaimana tertuang dalam Pasal 17 UU BPJS juncto Peraturan Pemerintah Nomor 86 tahun 2013.
Selain itu, kata Timboel, amanat yang termaktub dalam UU SJSN dan UU BPJS untuk program JKN pun ditegaskan kembali pada Pasal 411 ayat 2 UU Kesehatan. Secara eksplisit Pasal 411 ayat 2 itu menyatakan program jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bersifat wajib bagi seluruh penduduk.
"Ini artinya seluruh penduduk termasuk pekerja wajib ikut program JKN," ujarnya.
"Sangat keliru bila ada pihak yang menginterpretasikan bahwa UU Kesehatan yang baru tidak mengatur terkait sanksi jika ada orang yang tidak menjadi peserta BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan," tegas Timboel.
Karenanya, menurut Timboel, Pasal 17 UU BPJS juncto PP No 86/2013 tetap berlaku dan mengikat sebagai sanksi yang diberikan kepada seseorang yang tidak menjadi peserta JKN. Pun demikian juga sanksi bagi pemberi kerja yang tidak mendaftarkan serta membayarkan iuran pekerjanya ke JKN dan seluruh program jaminan sosial yang dikelola BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
"Tentunya membaca UU Kesehatan harus juga membaca UU SJSN dan UU BPJS yang terkait dengan program JKN dan program JKK sehingga antara UU Kesehatan, UU SJSN, dan UU BPJS saling terkait satu sama lain dan saling melengkapi," tutup Timboel.
Sebelumnya Komisi IX DPR RI beralasan, tidak dimasukkannya BPJS Kesehatan dalam UU Kesehatan karena sudah ada ada UU tersendiri yang mengaturnya, yakni UU SJSN dan UU BPJS.
Komisi IX juga mengklaim setiap pemberi kerja tetap wajib mendaftarkan BPJS Kesehatan para karyawannya sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UU BPJS.
"Jadi karena normanya sudah diatur di sana, maka di UU Kesehatan ini tidak mengatur itu (BPJS Kesehatan). Jadi pureUU Kesehatan ini hanya mengatur persoalan kesehatan," ujar Anggota Komisi IX Fraksi PDIP, Edy Wuryanto.
(osc/osc)Orang Miskin di Sumut Terus Turun Dalam Tiga Tahun Terakhir******Medan, CNN Indonesia--
Penduduk miskin di Sumatera Utara (Sumut) terus mengalami penurunan. Penurunan diketahui berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).
Berdasarkan data itu, tercatat jumlah penduduk miskin di Sumut sebesar 1,24 juta jiwa pada Maret 2023 atau berkurang sekitar 22,4 ribu jiwa dalam satu semester terakhir.
"Pada September 2022 jumlah penduduk miskin sebanyak 1,26 juta jiwa. Sehingga jumlah orang miskin di Sumut turun sebesar 0,18 poin yaitu dari 8,33 persen pada September 2022 menjadi 8,15 persen pada Maret 2023" kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut Nurul Hasanudin, Senin (17/7).
"Keadaan sejak Maret 2021 hingga Maret 2023 terjadi penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin, hingga kembali ke level sebelum terjadinya pandemi," jelas Nurul.
Menurut Nurul, berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2022 - Maret 2023, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang sebanyak 26,4 ribu jiwa.
"Sedangkan di perdesaan justru bertambah sebanyak empat ribu jiwa, dengan persentase penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami penurunan sebesar 0,40 poin sementara di perdesaan mengalami peningkatan sebesar 0,07 poin," urainya.
Nurul menyebut beberapa faktor yang menyebabkan tingkat kemiskinan di Sumut turun adalah perekonomian triwulan I 2023 yang tumbuh sebesar 4,87 persen. Selain itu, penurunan kemiskinan juga didorong oleh tingkat pengangguran yang berkurang di daerah tersebut.
"Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2023 sebesar 5,24 persen atau turun sebesar 0,17 persen poin dibandingkan Agustus 2022 (6,16 persen). TPT perkotaan menurun dari 8,67 persen Agustus 2022 menjadi 6,78 persen pada Februari 2023. TPT perdesaan meningkat dari 3,11 persen pada Agustus 2022 menjadi 3,44 persen pada Februari 2023.
Kemudian, lanjut Nurul, membaiknya kondisi ketenagakerjaan yang juga tercermin dari peningkatan proporsi pekerja formal juga menjadi pendorong menurunnya tingkat kemiskinan di Sumatera Utara. Tren pekerja formal meningkat dari 40,93 persen menjadi 42,38 persen pada Februari 2023.
"Jika dilihat berdasarkan wilayah, pekerja formal perkotaan meningkat 46,25 persen pada Agustus 2022 menjadi 54,42 persen pada Februari 2023. Sedangkan pekerja formal di perdesaan menurun 32,94 persen pada Agustus 2022 menjadi 28,88 persen pada Februari 2023. Lalu Nilai Tukar Petani (NTP) secara umum meningkat di Maret 2023 yakni sebesar 127,40," pungkasnya.
[Gambas:Video CNN]
Label:capital303、tokeqq、angka jitu ini hari
Terkait:situs gacor slot online、cara menghasilkan uang dalam waktu singkat、mega gacor slot login、silverbola slot、cara kredit barang di shopee dengan kredivo、arenaslot99、persyaratan cicil hp、bimaslot、server thailand.com、slot gacor maxwin 4d
bab terbaru:meningkatkan limit kredivo(2024-07-12)
Perbarui waktu:2024-07-12
《erek19》Semua konten berasal dari Internet atau diunggah oleh netizen,situs togel yang ada bonus new memberHanya promosikan novel karya penulis asli. Semua teman buku dipersilakan untuk mendukung dan mengumpulkan《erek19》bab terbaru。